WELCOME

selamat berkunjung di blog ini, semoga dengan bahan yang tersedia di laman blog ini dapat membantu anda

Senin, 06 Desember 2010

ASKEP PADA SEL B DAN SEL T

ASKEP PADA SEL B DAN SEL T dengan gangguan imun.
Pengertian

AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan.

Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit

Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.

AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C. Smetzler dan Brenda G.Bare )

AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and Prevention )


Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.


Patofisiologi

Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.


Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

1. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
1.      Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2.     Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
3.     Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

2. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1.      Angiomatosis Baksilaris
2.     Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3.     Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4.     Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5.     Leukoplakial yang berambut
6.     Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7.     Idiopatik Trombositopenik Purpura
8.     Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

3. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1.      Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2.     Kanker serviks inpasif
3.     Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4.     Kriptokokosis ekstrapulmoner
5.     Kriptosporidosis internal kronis
6.     Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7.     Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8.     Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9.     Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10.   Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11.   Isoproasis intestinal yang kronis
12.   Sarkoma Kaposi
13.   Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
14.   M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
15.   Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
16.   Pneumonia Pneumocystic Cranii
17.   Pneumonia Rekuren
18.   Leukoenselophaty multifokal progresiva
19.   Septikemia salmonella yang rekuren
20.   Toksoplamosis otak
21.   Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

Gejala Dan Tanda

Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1.      Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.

2.     Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.

3.     Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.

Komplikasi
1.      Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

2.     Neurologik
o    kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
o    Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
o    Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
o    Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

3.     Gastrointestinal
o    Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
o    Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
o    Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

4.     Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5.     Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6.     Sensorik
o    Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
o    Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

Penatalaksanaan

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
·         Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
·         Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
·         Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
·         Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
·         Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.

2.     Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

3.     Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
o    Didanosine
o    Ribavirin
o    Diedoxycytidine
o    Recombinant CD 4 dapat larut

4.     Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

5.     Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.

6.     Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).


ASKEP STRUMA PRE OPERATIF.....

PENGERTIAN
Struma Diffusa toxica adalah salahsatu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenchyn kelenjar.
ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hyperskresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhiadalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.
ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebuit istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Strktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid  epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhioleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjarthyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroiid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjasi penurunanhormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon rthyroid.
Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
1.     Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.
Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sedbagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hip[ofise.
PATOFISIOLOGI
Dengan bertambahnya produksi TSH dari hipofisis ( gambar a), oleh karena banyak sekali T3 dan T4 beredar di dalam darah, maka hipofisis mengurangkan produksi TSH. Seharusnya hyperaktivitas dari thyroid berhenti akan tetapi di dalam sdarah telah terbentuk suatu zat yang disebut Long- acting Thyroid Stimulator (LATS) sebagai akibat dari suatu reaksi imunologik dan LATS ,ini merangsang thyroid untuk tetap memproduksi hormon yang banyak (gambar b).
PENGKAJIAN
Pengumpulan data
1.     Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
1)     Identifikasi klien.
2)     Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
3)     Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunyapernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
4)     Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
5)     Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksutkan barangkali ada anggota keluarga yang menderitan sama dengan klien saat ini.
6)     Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
PEMERIKSAAN FISIK
1)     Keadaan umum
Pada umumnya keadaan   penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
2)     Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa  steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
3)     Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih seak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
4)     Sistim Neurologi
Pada pejmeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri ajkandipaspatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
5)     Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)     Pemeriksaan penunjang
¨      Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
¨      Kadar T3, T4
Nilai normal T3=0,6-2,0   , T4=  4,6-11
¨      Darah rutin
¨      Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –10s/d +15
¨      Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
2)     Pemeriksaan radiologis
¨      Dilakukan foto thorak posterior anterior
¨      Foto polos leher antero posterior dan laterl dengan metode soft tissu technig .
¨      Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
DIOAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
1)     Gangguan jalan nafas yang  berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, sopasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
2)     Ganggiuan komunilasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
3)     Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
4)     Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
5)     Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembulu darah sekunder terhadap pembedahan.
PERENCANAAN
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi :
Diagnosa pertama
1.Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
2. Kriteria:
Tiadak ada sumbatan pada trakhea
3. Rencana tindakan:
1)     Monitor pernafasan dan kedalaman  dan kecepatan nafas.
2)     Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
3)     Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
4)     Atur posisi semifoler
5)     Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
6)     Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
7)     Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
4. Rasional
1)     Pengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
2)     Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
3)     Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
4)     Memberikan suasana yang lebih nyaman.
5)     Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
6)     Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
7)     Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
Diagnosa keperawatan kedua
Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
Rencana tindakan:
1)     Kaji pembicaraan klien secara periodik
2)     Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
3)     Kunjungi klien sesering mungkin
4)     Ciptakan lingkungan yang tenang.
RASIONALISASI:
1)     Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
2)     Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
3)     Mengurangi kecemasan klien
4)     Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara  perawat dan klien.
Diagnosa keperawatan ketiga
Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
Rencana tindakan
1)     Atur posisi semi foler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
2)     Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
3)     Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih  posisi .
4)     Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
5)     Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasionalisasi
1)     Mencegah ghyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
2)     Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
3)     Mengirangi ketegangan otot.
4)     Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
5)     Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan keempat
1.     Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria hasil:
Klien berpsartisipasi dalam program keperawatan
Rencana tindakan:
1)     Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
2)     Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
3)     Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
1.     Rasionalisasi:
1)     Mempertahankandaya tahan tubuh klien.
2)     Kontra indikasi pembedahan kelenjar thyroid.
3)     Memaksimalkan supli dan absorbsi kalsium.
Diagnosa keperawatan kelima
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
Rencana tindakan:
1)     Observasi tanda-tanda vital.
2)     Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
3)     Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
Rasionalisasi:
1)     Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
2)     Dengan adanya balutan yang basah berartiadanya perdarahan pada luka operasi.
3)     Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
PELAKSANAAN
Merupakan implikasi dari rencana tindakan dengan maksut agar kebutuhanklien terpenuhi.
EVALUASI
1)     teruskan bila masalah masih ada.
2)     Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
3)     Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.


BAB II ( POST OPERATIF STRUMA )
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.

  1. MANIFESTASI KLINIS
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.



  1. ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.

  1. Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
  2. Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.

Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.


D. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.



















  1. PATH WAY





 protein dan mukopoli sakarida  Mixedema  sintesa T3 dan T4 
mengikat air






















  1. PENATALAKSANAAN
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.

F. PENGKAJIAN
  1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
  1. Identifikasi klien.
  2. Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
  1. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
  1. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
  1. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
  1. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
  1. Pemeriksaan fisik
  1. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
  1. Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
  1. Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
  1. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
  1. Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
          1. Aktivitas/istirahat
insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
          1. Eliminasi
urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
          1. Integritas ego
mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
          1. Makanan/cairan
kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
          1. Rasa nyeri/kenyamanan
nyeri orbital, fotofobia.
          1. Keamanan
tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
          1. Seksualitas
libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

  1. Pemeriksaan penunjang
  1. Pemeriksaan penunjang
    • Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
    • Kadar T3, T4
Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
    • Darah rutin
    • Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –10s/d +15
    • Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
  1. Pemeriksaan radiologis
    • Dilakukan foto thorak posterior anterior
    • Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig .
    • Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
  1. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
  2. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
  3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
  4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
  5. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.

H. PERENCANAAN

Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi
Diagnosa pertama
1.Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
2. Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
3. Rencana tindakan:
  • Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
  • Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
  • Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
  • Atur posisi semifowler
  • Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
  • Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
  • Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.

4. Rasional
  • Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
  • Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
  • Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
  • Memberikan suasana yang lebih nyaman.
  • Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
  • Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
  • Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.

Diagnosa keperawatan kedua
  1. Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
  1. Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
  1. Rencana tindakan:
  • Kaji pembicaraan klien secara periodik
  • Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
  • Kunjungi klien sesering mungkin
  • Ciptakan lingkungan yang tenang.
  1. Rasionalisasi:
  • Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
  • Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
  • Mengurangi kecemasan klien
  • Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.

Diagnosa keperawatan ketiga
  1. Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
  1. Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
  1. Rencana tindakan
  • Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
  • Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
  • Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
  • Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
  • Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
  1. Rasionalisasi
  • Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
  • Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
  • Mengurangi ketegangan otot.
  • Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
  • Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.

Diagnosa keperawatan keempat
  1. Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
  1. Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
  1. Rencana tindakan:
  • Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
  • Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
  • Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
  1. Rasionalisasi:
  • Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
  • Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
  • Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.

Diagnosa keperawatan kelima
  1. Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
  1. Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
  1. Rencana tindakan:
  • Observasi tanda-tanda vital.
  • Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
  • Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
  1. Rasionalisasi:
  • Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
  • Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
  • Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.

I. EVALUASI
  1. teruskan bila masalah masih ada.
  2. Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
  3. Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.
DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta

Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta

Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar