WELCOME

selamat berkunjung di blog ini, semoga dengan bahan yang tersedia di laman blog ini dapat membantu anda

Senin, 06 Desember 2010

ASKEP ANAK IKTERUS (HIPERBILIRUBIN)

BAB I
1. Definisi.
            Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
            Keadaan meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah;198).
            Keadaan klinis dimana ditemukannya warna kuning pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh pigmen empedu (Evelin pierce;435).
 a. Konsep Dasar
            Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Dan Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
b. Metabolisme bilirubin.
            Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
            Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
a.       Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b.       Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konj- ugasi bilirubin,   gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
c.       Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin de ngan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole.
d.      Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
2.Patofisiologi
            Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan sebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
3. Tandadan Gejala
♦ Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
♦ Anemia
♦ Petekie
♦ Perbesaran lien dan hepar
♦ Perdarahan tertutup
♦ Gangguan nafas
♦ Gangguan sirkulasi
♦ Gangguan saraf

4. Komplikasi 
Terjadi kernicterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak dengan gambaran klinik :
1.Letargi/lemas
2.Kejang
3.tak mau menghisap
4.tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus
5.Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang
6.dapat tuli, gangguan bicara, retardasi mental.


5.Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan,  merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

6.Prognosis
Hiperbilirubin baru akan berpengaruh bentuk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak, penderita mungkin menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris, gejala ensefalopati pada neonatus mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia, selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis didan ditemukan opistotonis. Pada stadium mungkin didapatkan adanya atitosis ditai gangguan pendengaran atau retardasi mental di hari kemudian.
7. Pemeriksaan penunjang :
1        Bilirubin serum indirek : peningkatan bilirubin diatas 10 mg/dl pada bayi aterm atau 12 mg/dl pada BBLR
2        Golongan darah ibu dan bayi, serologi darah tali pusat.
3        Hb dan HCT : Hb kurang dari 14 gr persen dan HCT kurang dari 42 persen menandakan adanya proses hemolitik. Hb dari tali pusat kurang dari 12 g/dl indikasi diperlukaannya transfusi tukar.
4        Protein total.
5        Leukosit darah untuk memantau adanya infeksi
6        BJ urine
7        comb test [ indirek dan direk ]
8. Terapi Sinar
Teori Terbaru / Terapi sinarIsomerisasi Billirubin :
·         mengubah senyawa 4Z, 15Z-billirubin  senyawa bentuk 4Z, 15E Billirubin (merupakan bentuk isomer)  mudah larut dalam plasma, mudah diekskresi oleh hati  empedu.
·          Cairan empedi  usus  peristaltik usus meningkat  billirubin keluar.
Terapi sinar tidak efektif bila terjadi gangguan peristaltik, seperti : obstruklsi usus/bayi dengan enteritis.
·         Terapi sinar dilakukan pada bayi dengan kadar billirubin indirek > 10 mg/dl dan bayi denga proses hemolisis  ditandai dengan ikterus pada hari I.
·         Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah transfusi tukar.
·         Terapi sinar terdiri dari 10 buah lampu neon, paralel. Dipasang dalam kotak yang berventilasi, energi cahaya yang optimal (350-470 nanometer), dengan jarak ± 50 cm.
·         Dibagian bawah kotak lampu dipasang fleksiglas biru (untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran).
·         Saat penyinaran  usahakan bagian tubuh terpapar seluas-luasnya, posisi bayi diubah setiap 1 – 2 jam (menyeluruh).
·         Kedua mata dan gonad bayi ditutup dengan bahan yang dapat memantulkan cahaya.
·         Kadar billirubin dan Hb bayi dipantau secara berkala.
·         Dihentikan bila kadar billirubin < 10 mg/dl.
·         Lamanya penyinaran biasa/tidak > 100 jam.
·         Penghentian/peninjauan kembali dilakukan bila ditemukan efek samping :
a. Enteritis.
b. Hypertermi.
c. Dehidrasi.
d. Kelainan kulit (ruam).
e. Gangguan minum.
f. Letargi.
g. Iritabilitas.
9. Transfusi Tukar
TUJUAN
·         Menghindari terjadinya ensefalopati biliaris, billirubin indirek, sawar darah otak.
·         Mengganti eritrosit yang telah terhemolisis.
·         Membuang antibodi yang menimbulkan hemolisis.

DILAKUKAN BILA:
·         Kadar billirubin indirek > 20 mg/dl.
·         Kadar billirubin tali pusat > 4 mg/dl.
·         Kadar Hb < 10 g/dl.
·         Bila terjadi peningkatan billirubin yang cepat 1 mg/dl tiap jam.
·         Transfusi darah dipertimbangkan bila pada bayi menderita :
·         Asfiksia.
·         Sindrom gawat nafas.
·         Asidosis metabolik.
·         Kelainan SSP.
·         BB < 1500 gram.


Billirubin mudah melalui sawar darah otak
Ø  Bila billirubin disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah Rh à menggunakan golongan darah O Rh (-).
Ø  Pada inkompatabilitas golongan darah ABO darah yang dipakai golongan darah “O” Rh (+).
Ø  Jika tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi à golongan darah sama dengan bayi.
Ø  Jika tidak memungkinkan golongan darah “O” yang kompatibel dengan serum ibu.
Ø  Jika tidak ada, golongan darah ‘O’ dengan titer A atau anti B < 1/256.
Ø  Jumlah darah yang dipakai antara 140 – 180 ml/kg BB.
Ø  Transfusi sebaknya melalui pembuluh darah umbilikus.
Ø  Alat-alat yang dipersiapkan:
a. Kateter tali pusat.
b. Larutan NaCl – Heparin (4000 U Heparin dalam 500 ml cairan NaCl)
à untuk mencegah terjadinya infeksi dan timbulnya bekuan darah.
c. Kran 3 cabang dan jarum.


PENATALAKSANAANNYA
ü  Terlebih dahulu mengambil 10 – 20 ml darah bayi à dikirim ke Lab untuk pemeriksaan
serologik, biakan, G6PD dan Billirubin.
ü  Transfusi dilakukan dengan menyuntikkan darah secara perlahan sejumlah darah yang dikeluarkan.
ü  Dilakukan bergantian à pengeluaran dan penyuntikkan sebanyak 10 – 20 ml setiap kali à untuk menghindari bekuan darah dan hypoxemia.
ü  Setiap 100 ml transfusi dilakukan pembilasan dengan larutan Na.Cl heparin & pemberian 1 ml kalsium glukomat.
ü  Transfusi tukar dapat dilakukan berulang jika bilirubin indirek pasca tranfusi > 20 mg / dl.
ü  Perhatikan kemungkinan komplikasi transfusi tukar seperti :
a. Asidosis.
b. Bradikardi.
c. Aritmia.
d. Henti jantung.
ü  Komplikasi pasca transfusi :
1. Hiperkalemia.
2. Hipernatremia.
3. Hipoglikemia.








BAB III
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a.       Riwayat penyakit
Kekacauan/ gangguan hemolitik (Rh atau ABO incompabilitas), policitemia, infeksi, hematom, memar, liver atau gangguan metabolik, obstruksi menetap, ibu dengan diabetes.

b.      Pemeriksaan fisik
- Kuning
- Pucat
- Urine pekat
- Letargi
- Penurunan kekuatan otot (hipotonia)
- Penurunan refleks menghisap
- Gatal
- Tremor
- Convulsio (kejang perut)
- Menangis dengan nada tinggi

c.       Pemeriksaan psikologis
Efek dari sakit bayi; gelisah, tidak kooperatif/ sulit kooperatif, merasa asing.

d.      Pengkajian pengetahuan keluarga dan pasien
Penyebab dan perawatan, tindak lanjut pengobatan, membina kekeluargaan dengan bayi yang lain yang menderita ikterus, tingkat pendidikan, kurang membaca dan kurangnya kemauan untuk belajar.

2.      Diagnosa keperawatan
1        Resiko peningkatan kadar bilirubin dalam darah berhubungan dengan kondisi fisiologis/patologis

Tujuan/Kriteria
Tidak ada peningkatan hiperbilirubinemia

Rencana Tindakan
a.Monitor tanda-tanda vital
b.Monitor bilirubin serum
c.Monitor bila ada muntah, kaku otot atau tremor
d.Kolaborasi terapi dengan tim medis
e.Berikan minum ekstra
f.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian fototerapi

2        Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan malas menghisap

Tujuan/Kriteria
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Rencana Tindakan
a.Berikan minum melalui sonde(ASI yang diperah atau PASI)
b.Lakukan oral hygiene dan olesi mulut dengan kapas basah
c.Monitor intake dan output
d.Monitor berat badan tiap hari
e.Observasi turgor dan membran mukosa

3        Resiko perubahan suhu Tubuh berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Suhu tubuh tetap normal

Rencana Tindakan:
a.Monitor tanda-tanda vital tiap 4jam
b.Perhatikan suhu lingkungan dan gunakan isolasi
c.Berikan minum tambahan

4        Resiko terjadi trauma persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Tidak terjadi gangguan pada retina pada masa perkembangan

Rencana Tindakan:
1.Kaji efek samping fototerapi
2.Letakkan bayi 45 cm dari sumber cahaya/lampu
3.Selama dilakukan fototerapi tutup mata dan genital dengan bahan yang tidak tembus cahaya
4.Monitor reflek mata dengan senter pada saat bayi diistirahatkan dan kontrol keadaan mata setiap 8 jam
5.Buka tutup mata bila diberi minum atau saat tidak dibawah sinar
6.Observasi dan catat penggunaan lampu

5        Resiko terjadi gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek samping
fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit

Rencana Tindakan:
a.Observasi keadaan keutuhan kulit dan warnanya
b.Bersihkan segera bila bayi buang air besar atau buang air kecil
c.Gunakan lotion pada daerah bokong
d.Jaga alat tenun dalam keadaan bersih dan kering
e.Lakukan alih baring dan pemijatan

6        Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tujuan, prosedur pemasangan dan efek samping fototerapi

Tujuan/Kriteria:
Orang tua mengerti tujuan tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi

Rencana Tindakan:
1.Beri penyuluhan pada orang tua tentang tujuan, prosedur dan efek samping fototerapi
2.Berikan support mental

Tidak ada komentar:

Posting Komentar